Senin, 04 Januari 2010
Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid, atau yang kerap disapa Gus Dur, menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tanggal 30 Desember 2009 pukul 18.45. Ia dirawat sejak tanggal 26 Desember akibat kondisi kesehatannya yang menurun sejak tanggal 26 Desember 2009. Kepulangannya pun dikarenakan banyaknya penyakit yang dideritanya seperti diabetes, ginjal, stroke dan jantung.
Kepergian Gus Dur menyentak banyak orang. Yah apa mau dikata, semua itu tentu saja tidak mengherankan mengingat banyaknya perbuatan besar yang telah ia lakukan semasa hidupnya.Matanya buta, tapi tidak buta hatinya. Justru orang buta yang sebenarnya adalah orang yang mencibirkan kekurangan fisik Gus Dur tanpa kenal pemikirannya. Gus Dur dikenal sebagai pahlawan multikulturalisme di Indonesia. Ia seorang yang nasionalis dan terbuka, berani ambil tindakan melawan arus dan mempetahankan sebuah kebenaran, terlebih jika itu menyangkut hak asasi dan hidup antar agama.
Di mata saya, Gus Dur lebih dari seorang mantan presiden. Ia seorang guru bangsa yang pemikirannya terbuka, namun tidak menyimpang. Lewat sosok Gus Dur, agama Islam di Indonesia tidak lagi sekadar diwarnai oleh kefanatikan, melainkan Islam tampil lewat kelembutan dan budi yang terbuka mengayomi masyarakat. Gus Dur menjadi sebuah jendela bagi terbitnya perlindungan paham multikulturalisme dan pemikiran Islam sendiri. Ia pun membawa sebuah pemikiran dan keterbukaan hidup. Baginya, Indonesia adalah negara multikulturalisme yang demokratis. Maka sudah tentu Indonesia harus menyoroti kaum minoritas tanpa adanya diskriminasi. Kalau sudah menyebut diri demokratis, bukankah konsekuensinya adalah tidak melakukan diskriminasi?
Gus Dur telah mencetak banyak pemikiran dan tindakan. Kata-katanya tentang perdamaian antar agama bukanlah tinggal di mulut saja, melainkan menjelma dalam perbuatan-perbuatan nyata dan pemikiran yang bermanfaat. Ia memperjuangkan kebenaran dan hak kaum tertindas, dengan jalan sesulit apapun. Ingat ketika ada sebuah gereja yang ditutup di daerah Ciledug bertahun-tahun silam? Saat itu Gus Dur datang dan berbicara kepada masyarakat yang keras. Dengan sikapnya yang seperti itu, tidak heran kaum minoritas mencintai dia.
Sekarang Gus Dur telah berpulang. Namun kita percaya pemikirannya telah merasuk dan dipelajari oleh banyak pihak yang mencintainya. Gus Dur adalah milik Indonesia, dan terlebih, ia milik kaum minoritas pula. Selamat jalan Gus! Semoga doa-doa kami menghiasi kepulanganmu pada Tuhan!
Kepergian Gus Dur menyentak banyak orang. Yah apa mau dikata, semua itu tentu saja tidak mengherankan mengingat banyaknya perbuatan besar yang telah ia lakukan semasa hidupnya.Matanya buta, tapi tidak buta hatinya. Justru orang buta yang sebenarnya adalah orang yang mencibirkan kekurangan fisik Gus Dur tanpa kenal pemikirannya. Gus Dur dikenal sebagai pahlawan multikulturalisme di Indonesia. Ia seorang yang nasionalis dan terbuka, berani ambil tindakan melawan arus dan mempetahankan sebuah kebenaran, terlebih jika itu menyangkut hak asasi dan hidup antar agama.
Di mata saya, Gus Dur lebih dari seorang mantan presiden. Ia seorang guru bangsa yang pemikirannya terbuka, namun tidak menyimpang. Lewat sosok Gus Dur, agama Islam di Indonesia tidak lagi sekadar diwarnai oleh kefanatikan, melainkan Islam tampil lewat kelembutan dan budi yang terbuka mengayomi masyarakat. Gus Dur menjadi sebuah jendela bagi terbitnya perlindungan paham multikulturalisme dan pemikiran Islam sendiri. Ia pun membawa sebuah pemikiran dan keterbukaan hidup. Baginya, Indonesia adalah negara multikulturalisme yang demokratis. Maka sudah tentu Indonesia harus menyoroti kaum minoritas tanpa adanya diskriminasi. Kalau sudah menyebut diri demokratis, bukankah konsekuensinya adalah tidak melakukan diskriminasi?
Gus Dur telah mencetak banyak pemikiran dan tindakan. Kata-katanya tentang perdamaian antar agama bukanlah tinggal di mulut saja, melainkan menjelma dalam perbuatan-perbuatan nyata dan pemikiran yang bermanfaat. Ia memperjuangkan kebenaran dan hak kaum tertindas, dengan jalan sesulit apapun. Ingat ketika ada sebuah gereja yang ditutup di daerah Ciledug bertahun-tahun silam? Saat itu Gus Dur datang dan berbicara kepada masyarakat yang keras. Dengan sikapnya yang seperti itu, tidak heran kaum minoritas mencintai dia.
Sekarang Gus Dur telah berpulang. Namun kita percaya pemikirannya telah merasuk dan dipelajari oleh banyak pihak yang mencintainya. Gus Dur adalah milik Indonesia, dan terlebih, ia milik kaum minoritas pula. Selamat jalan Gus! Semoga doa-doa kami menghiasi kepulanganmu pada Tuhan!
0 komentar:
Posting Komentar