Jumat, 25 Maret 2011
sebelum kita menjadi tua, ingin kubicarakan lagi
denganmu, cita-cita itu. yang kulukis bersamamu di
di sepinya langit dengan tawa dan gelegak antusias yang kita
tumpahkan bagai lukisan.
Ingin kulagukan harapan ini, sekali lagi
sebelum kita menjadi tua. agar kamu tak kelak lupa kalau
kita pernah berbicara, berceloteh deras lebih dari sekadar
idealisme. lebih dari sekadar tak pasti yang tinggal gurau belaka.
Kupuisikan tentang jalan yang kau pilih. tentang langkahku yang memberat
dan kian terluka. tak mampu mengejarmu karena langitku menderas,
napasku berhamburan bergelimpangan.
tak mampu lagi mengejarmu,
bersanding dengan gelak tawamu yang menjadi penghiburan seumur hidupku.
betapa malam, kutunggu kamu
menanti kesempatan membacakan puisi ini padamu
meneriakannya ke langit biru.
agar kamu tahu aku masih mengingat warna yang kau lukis
bersamaku.
kini hanya sepi menghiasi tembok-tembok kotaku.
di jalan-jalan, kulihat lukisan.
di dinding-dinding, warna-warna dan pola mendiami.
namun bukan lukisanmu, bukan warna matamu yang
kau torehkan, membentuk puisi-puisi yang kau lukis
di ingatanku.
betapa puisi ini untukmu
adalah tanda bahwa sampai hari ini,
aku belum bosan melukis wajahmu.