Kamis, 04 Februari 2010
Kami orang muda berbaju putih abu-abu,
topi merah dan celana biru plus tas penuh buku
kacamata minus dan sepatu olah raga penuh debu
mengerang menjerit jauh dari merdu.
Pada kalian yang mengeja kami
jadi robot tanpa gerak maju.
Pada kalian yang hanya bisa diskusi perkara
masa depan bangsa yang bergenang air mata,
kami berseru sampai serak somplak
lidah - gigi - suara kami.
Kalian depak kami pada keputus-asaan,
kekosongan pikiran dan kekalutan yang
kalian anggap mainan.
Kami para pejuang buat hidup yang tanpa belas,
malah kalian lacurkan sekalian
dengan negara yang kalian beraki - kencingi,
kalian serut sampai tak bersisa biar cuma kerut.
Semua yang kami baca kalian kira
hanya lalu lalang angin jalanan.
Sebentar lewat sebentar larut.
Padahal lihat ini,
sekolah kami berburu hidup mati
malah sekarat mau mati, kurang akomodasi.
Kelas kami mengadu hati-jiwa
rontok rongsok tinggal puing tak keruan.
Sama rongsok dengan hatimu
yang makin tua makin tak tahu nurani.
Bukan karena nilai merah kami mengadu.
Bukan karena patah arang kami tersedu.
Tapi karena kamu-kamu di sana
tidak bicara lagi tentang hak-hak kami.
Kamu bicara tentang perkara kuasa yang tiada habis,
tentang panggung sandiwara yang kalian rekayasa
biar naik gengsi tingkat tinggi.
Tiap kali kalian otak-atik
segala tetek bengek birokrasi ujian negara ini
pendidikan kami hilang tanggal seperti gigi,
hanya saja tak tumbuh lagi, malah makin keropos sekali.
Kami cuma bisa terguguk menelungkup wajah
di diktat-diktat lusuh kami, yang entah tahun depan
akan naik berapa lagi harganya.
Belum lagi nilai dan pelajaran kami
yang semakin tahun semakin dizolimi, aduh,
berapa standarnya kali ini?
Guru-guru kami bersakit hati
menyaksikan gugur jatuh usaha anak hatinya,
Gemetar pilu mereka tak bisa membanting setir
kapal yang kamu nahkodai.
Malah mereka kamu sunati tunjangan sanak dan hidupnya.
Kamu copoti bintang jasanya dan sekarang ini
mereka hidup tinggal bertahan dalam puing kejamnya
hidup nestapa ini, juga dalam duka karena
sepinya pedulimu yang berkukuh mati
menjagali hak mereka.
Sekarang kami frustasi kamu sakiti.
Kami hanya bisa tangisi nasib bangsa ini
dan masa depan kami.
Bebal celakamu lah yang
bikin kami terkapar hancur begini.
Kamu boleh lihat dan tunggu dari singgasanamu
yang kamu bangun dengan memainkan keringat kami
dan air mata guru-guru kami.
Suatu saat nanti pedih peri akan membanjiri
bangsa ini, membludak meluap menggulungmu
masuk neraka. Dan di sana nanti kami adili kamu
dengan kertas ulangan kami,
persis seperti yang kamu buat pada kami sekarang ini.
Lab Komputer SWB, 4 Februari 2010
Stress Menjelang UN 2010
0 komentar:
Posting Komentar